إِذَا وَضَحَ الْحَقُّ وَبَانَ، لَمْ يَبْقَ لِلْمُعَارَضَةِ العِلْمِيَّةِ، وَلَا الْعَمَلِيَّةِ مَحَلٌّ
Jika al-haq (kebenaran) itu sudah jelas, maka tidak ada lagi peluang (tidak ada toleransi) untuk melakukan penentangan baik yang bersifat teoritis ataupun praktis
Ini sebuah kaidah penting, sebuah kaidah syar’iyah yang sesuai dengan akal dan fithrah manusia. Karena sebagaimana telah diketahui bersama bahwa peluang untuk melakukan penentangan, kritikan, diam (tidak bersikap) ataupun musyawarah itu ada dan terbuka jika suatu permasalahan itu masih belum jelas atau masih mengandung berbagai kemungkinan. Adapun, jika sesuatu itu sudah jelas dan hanya mengandung satu makna atau maksud, maka memusyawarahkan permasalahan seperti ini dianggap perbuatan sia-sia dan orang yang mengkritisinya tidak perlu dipedulikan, karena orang yang seperti ini serupa dengan orang sombong yang mengingkari sesuatu yang nyata. Allâh عزوجل berfirman :
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ ۚ
Tidak ada paksaan untuk (memeluk) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. (QS. al-baqarah/2:256)
Artinya jika sudah jelas, maka tidak perlu ada paksaan, karena pemaksaan itu hanya diperlukan pada suatu permasalahan yang belum nampak jelas manfaatnya. Adapun jika sudah jelas, bahwa semua kebaikan dunia dan akhirat itu sangat tergantung dan terkait dengan agama Islam ini, maka untuk apa lagi ada pemaksaan ?
Semisal dengan ayat di atas yaitu firman Allâh عزوجل :
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَّبِّكُمْۗ فَمَنْ شَاۤءَ فَلْيُؤْمِنْ وَّمَنْ شَاۤءَ فَلْيَكْفُرْۚ
Dan katakanlah, “Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. (QS. al-Kahfi /18:29)
Maksudnya kebenaran yang didukung oleh banyak dalil dan bukti ini telah jelas, maka terserah dia, apakah dia mau beriman ataukan kufur ?
Potongan terakhir ayat di atas bukan kalimat pilihan, tapi itu merupakan ancaman bagi orang yang memilih kufur, karena menyelisihi suatu yang sudah nyata dan sudah jelas baginya.
Juga firman Allâh عزوجل :
لِّيَهْلِكَ مَنْ هَلَكَ عَنْۢ بَيِّنَةٍ وَّيَحْيٰى مَنْ حَيَّ عَنْۢ بَيِّنَةٍۗ
yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan sebab keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan sebab keterangan yang nyata (pula) (QS. al-Anfâl/8:42)
Adapun firman Allâh عزوجل :
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ
Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allâh. (QS. Ali Imran/3:159)
Maksudnya ajaklah mereka memusyawarahkan masalah-masalah yang perlu dimusyawarahkan dalam rangka mencari kebaikan atau maslahah. Jika kebaikan atau kemaslahatannya sudah nampak jelas, maka kewajiban selanjutnya adalah melaksanakan, bukan lagi musyawarah. Lihatlah firman Allâh عزوجل di atas :
فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allâh. (QS. Ali Imran/3:159)
Allâh عزوجل telah mengungkapkan makna ini dengan sangat gamblang dalam firman Allâh عزوجل :
يُجَادِلُوْنَكَ فِى الْحَقِّ بَعْدَمَا تَبَيَّنَ كَاَنَّمَا يُسَاقُوْنَ اِلَى الْمَوْتِ وَهُمْ يَنْظُرُوْنَ ۗ
Mereka membantahmu tentang kebenaran sesudah nyata (bahwa mereka pasti menang), seolah-olah mereka dihalau kepada kematian, sedang mereka melihat (sebab-sebab kematian itu). (QS. Al-Anfaal/8:6)
Artinya orang yang melakukan penentangan setelah mengetahui kebenaran dengan jelas atau tahu cara mengamalkan sesuatu, maka dia telah melakukan kesalahan besar, baik secara syar’i maupun aqli (menurut akal).
Contoh penerapan kaidah di atas yaitu firman Allâh عزوجل :
وَمَا لَكُمْ اَلَّا تَأْكُلُوْا مِمَّا ذُكِرَ اسْمُ اللّٰهِ عَلَيْهِ وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ اِلَّا مَا اضْطُرِرْتُمْ اِلَيْهِ ۗوَاِنَّ كَثِيْرًا لَّيُضِلُّوْنَ بِاَهْوَاۤىِٕهِمْ بِغَيْرِ عِلْمٍ ۗاِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِالْمُعْتَدِيْنَ
Mengapa kamu tidak mau memakan (Binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allâh ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allâh telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. dan Sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-An’am/6:119)
Dalam ayat ini, Allâh عزوجل mencela perbuatan mereka yang tidak mengharuskan dirinya mengkonsumsi daging hewan yang disembelih dengan menyebut nama Allâh عزوجل . Kenapa mereka dicela ? Jawabannya ada pada lanjutan ayat tersebut yaitu karena Allâh عزوجل telah menjelaskan kepada mereka dengan jelas dan terperinci semua yang diharamkan. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi untuk tawaqquf (diam, tidak mengharuskan dan juga tidak melarang), apalagi untuk melakukan penentangan.
Contoh lain, ketika Allâh عزوجل telah menjelaskan dengan jelas tentang kewajiban beriman kepada Allâh عزوجل , Allâh عزوجل mencela orang-orang yang tawaqquf (diam, tidak mau berpendapat dan tidak berbuat) apa yang diperintahkan oleh Allâh عزوجل berupa kewajiban beriman. Allâh عزوجل berfirman :
فَمَا لَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَۙ وَاِذَا قُرِئَ عَلَيْهِمُ الْقُرْاٰنُ لَا يَسْجُدُوْنَ ۗ ۩
Mengapa mereka tidak mau beriman ? Dan apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka tidak bersujud, (QS. al-Insyiqaq/84:20-21)
Contoh berikutnya, yaitu ketika Allâh telah menjelaskan al-Qur’an sebagai kitab yang agung, perkataan yang paling tinggi, yang paling benar dan paling bermanfaat, Allâh عزوجل mencela orang tidak mau beriman kepada-Nya :
فَبِاَيِّ حَدِيْثٍۢ بَعْدَ اللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ يُؤْمِنُوْنَ
Maka dengan perkataan manakah lagi mereka akan beriman sesudah (kalam) Allâh dan keterangan-keterangan-Nya. (QS. al-Jatsiyah/45:6)
Contoh yang lain, setelah menjelaskan kepada manusia tentang berbagai kenikmatan yang Allâh عزوجل anugerahkan kepda manusia, baik nikmat yang zhahir maupun yang bersifat batin, Allâh عزوجل berfirman :
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكَ تَتَمَارٰى
Maka terhadap nikmat Rabbmu yang manakah kamu ragu-ragu ? (QS. an-Najm/53:55)
Juga berfirman :
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS. ar-Rahman/55:13)
Begitu juga dalam banyak ayat yang memerintahkan agar mendebat dengan baik orang-orang yang mendustakan agama ini. Jika dengan debat atau diskusi ini, kebenaran itu menjadi nampak jelas dan berbagai syubhat menjadi sirna, maka tahap berikutnya adalah memberikan ancaman kepada orang yang tidak beriman berupa siksa di dunia dan akhirat. Ayat-ayat yang semakna dengan ayat ini banyak sekali. Semoga Allah memberikan hidayah dan taufiq bagi kita untuk mentaddaburi ayat-ayat al-Qur’an dan mengambil faidah yang banyak darinya.[ ]
EDISI KHUSUS (03-04)/THN XVI/SYA’BAN-RAMADHAN 1433H/JULI-AGUSTUS 2012M